Minggu, 02 September 2018

Spiritual Energy



Oleh Mujianto

            Dua minggu yang lalu tepatnya di tanggal 18 Agustus 2018, saya berkesempatan menemani isteri mengikuti family gathering di sekolahnya. Kegiatan yang membolehkan anggota keluarganya ikut. Acaranya lumayan padat dan berkesan. Ada rekreasi dan outbondnya. Namun bagi saya ada yang lebih berkesan dan membekas sampai saat ini. Yaitu sambutan yang disampaikan salah satu peserta, suami salah satu guru, yang juga mantan guru dan pengurus yayasan di sekolah itu.

            Beliau yang sekarang bekerja sebagai supervisor di salah satu rumah sakit swasta di Sidoarjo itu menyampaikan tentang suksesnya gerakan membaca sholawat lima puluh ribu kali setiap hari oleh pengurus, dan karyawan di rumah sakit tersebut. Dibilang sukses karena omset rumah sakit semakin besar. Jumlah pasien yang berobat naik hingga tiga ratus persen.

            Menurut beliau, gerakan amalan itu adalah bagian dari doa bersama, para pengurus dan para karyawan, yang bertujuan agar instansi rumah sakit itu semakin dipercaya. Bukan mendoakan agar banyak orang yang sakit, tetapi agar orang yang sakit itu berobatnya ke rumah sakit kami. Tidak kemana-mana. Dan nantinya kalau omset rumah sakit semakin besar maka semakin besar pula kesejahteraan yang akan diperoleh para karyawan.

Beliau pun melanjutkan ulasannya. Bagi kami, rumah sakit sudah menyiapkan SDM yang bagus, fasilitas juga lengkap tetapi kenapa tidak ada peningkatan jumlah pasien yang signifikan? Berarti ada yang kurang yaitu energi spiritualnya yang harus ditingkatkan. Pengurus dan karyawanpun mempunyai tanggungjawab baru yaitu menyelesaikan bacaan lima ribu sholawat. Dan kata beliau, disana banyak terlihat karyawan yang memegang tasbih elektrik.

Tulisan sederhana ini hanya pengingat saja, bukan wejangan yang mengulas secara panjang lebar apa itu energi spritual, spiritual quetiont yang sebagian besar dari kita sudah mengetahuinya. Karena beliau menyampaikan itu semua di hadapan kepala sekolah dan para guru, tentunya maksud beliau adalah agar sekolah (kapala sekolah dan guru) bisa menirunya.  Tidak harus sama, boleh dengan materi amalan yang lain, seperti merutinkan membaca asmaul husna, menghatamkan al-Qur’an satu minggu sekali, atau yang lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa semakin dekat dengan Allah Yang Maha Kuasa Atas Segalahnya, dan semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya.

Semakin dekatnya kita kepada Allah, akan membuat harapan dan keinginan kita akan segera terwujud. Sebagaimana hubungan kita dengan seseorang di dunia ini. Lebih dekatnya hubungan kita dengan seseorang, tentunya kita yang lebih diperhatikan dibandingkan yang lain, yang kurang dekat dengan seseorang itu.  

Selanjutnya agar amalan itu tidak sia-sia, haruslah dilakukan dengan istiqomah. Seorang hamba yang melazimkan sikap istiqamah dalam melakukan amal shalih maka dia kan dekat dengan Allah dan akan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Allah berfirman : “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang aku cintai daripada kewajiban yang aku bebankan kepadanya. Dan senantiasa (terus-menerus istiqamah) hamba-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.

Mengedepankan energi spiritual harusnya lebih diutamakan, karena dengan energi itu kita ingin ada campur tangan Allah dalam ikhtiar kita, bahkan sebelum kita berikhtiar. Kita berharap sejak awal kita tidak salah dalam melangkah. Wallahu a’lam.