Oleh Mujianto
Dua minggu yang lalu tepatnya di
tanggal 18 Agustus 2018, saya berkesempatan menemani isteri mengikuti family
gathering di sekolahnya. Kegiatan yang membolehkan anggota keluarganya
ikut. Acaranya lumayan padat dan berkesan. Ada rekreasi dan outbondnya. Namun
bagi saya ada yang lebih berkesan dan membekas sampai saat ini. Yaitu sambutan
yang disampaikan salah satu peserta, suami salah satu guru, yang juga mantan
guru dan pengurus yayasan di sekolah itu.
Beliau yang sekarang bekerja sebagai
supervisor di salah satu rumah sakit swasta di Sidoarjo itu menyampaikan
tentang suksesnya gerakan membaca sholawat lima puluh ribu kali setiap hari oleh
pengurus, dan karyawan di rumah sakit tersebut. Dibilang sukses karena omset
rumah sakit semakin besar. Jumlah pasien yang berobat naik hingga tiga ratus
persen.
Menurut beliau, gerakan amalan itu
adalah bagian dari doa bersama, para pengurus dan para karyawan, yang bertujuan
agar instansi rumah sakit itu semakin dipercaya. Bukan mendoakan agar banyak
orang yang sakit, tetapi agar orang yang sakit itu berobatnya ke rumah sakit
kami. Tidak kemana-mana. Dan nantinya kalau omset rumah sakit semakin besar
maka semakin besar pula kesejahteraan yang akan diperoleh para karyawan.
Beliau pun melanjutkan ulasannya. Bagi kami, rumah sakit sudah
menyiapkan SDM yang bagus, fasilitas juga lengkap tetapi kenapa tidak ada
peningkatan jumlah pasien yang signifikan? Berarti ada yang kurang yaitu energi
spiritualnya yang harus ditingkatkan. Pengurus dan karyawanpun mempunyai
tanggungjawab baru yaitu menyelesaikan bacaan lima ribu sholawat. Dan kata
beliau, disana banyak terlihat karyawan yang memegang tasbih elektrik.
Tulisan sederhana ini hanya pengingat saja, bukan wejangan yang
mengulas secara panjang lebar apa itu energi spritual, spiritual quetiont yang
sebagian besar dari kita sudah mengetahuinya. Karena beliau menyampaikan itu
semua di hadapan kepala sekolah dan para guru, tentunya maksud beliau adalah
agar sekolah (kapala sekolah dan guru) bisa menirunya. Tidak harus sama, boleh dengan materi amalan
yang lain, seperti merutinkan membaca asmaul husna, menghatamkan al-Qur’an satu
minggu sekali, atau yang lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa
semakin dekat dengan Allah Yang Maha Kuasa Atas Segalahnya, dan semua yang
terjadi adalah atas kehendak-Nya.
Semakin dekatnya kita kepada Allah, akan membuat harapan dan
keinginan kita akan segera terwujud. Sebagaimana hubungan kita dengan seseorang
di dunia ini. Lebih dekatnya hubungan kita dengan seseorang, tentunya kita yang
lebih diperhatikan dibandingkan yang lain, yang kurang dekat dengan seseorang
itu.
Selanjutnya agar amalan itu tidak sia-sia, haruslah dilakukan
dengan istiqomah. Seorang hamba yang melazimkan sikap istiqamah dalam melakukan
amal shalih maka dia kan dekat dengan Allah dan akan menjadi hamba yang
dicintai-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori,
Allah berfirman : “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan
sesuatu yang aku cintai daripada kewajiban yang aku bebankan kepadanya. Dan
senantiasa (terus-menerus istiqamah) hamba-Ku dengan amalan-amalan sunnah
hingga Aku mencintainya”.
Mengedepankan energi spiritual harusnya lebih diutamakan, karena
dengan energi itu kita ingin ada campur tangan Allah dalam ikhtiar kita, bahkan
sebelum kita berikhtiar. Kita berharap sejak awal kita tidak salah dalam melangkah.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar