Senin, 27 Agustus 2018

Menjadi Guru Penulis


Oleh: Mujianto, M.Pd.

Ketika kita mendengar atau melihat informasi tentang seseorang dengan karya tulisnya yang banyak, tentu ada rasa kepingin di benak kita. Ingin dalam artian bisa menirunya. Punya kemampuan untuk menulis dan menghasilkan karya. Apalagi karya tulis itu sudah dicetak atau diterbitkan. Sungguh membahagiakan. Senada dengan kata mutiara yang disampaikan oleh sayyidina Ali.

"Semua orang akan mati kecuali karyannya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak" (Ali bin Abi Thalib)

 

Seorang guru tidak bisa dilepaskan dari kegiatan menulis. Namun, tidak hanya sekadar rasa ingin, tetapi sudah dalam tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu memunculkan pemahaman pada dirinya bahwa guru harus punya kemampuan menulis. Tentunya yang saya maksud adalah menulis dalam arti luas. Seperti menulis karya ilmiah, opini, esai, karya sastra, dll.  Tapi pada kenyataanya masih sangat sedikit guru yang melakukannya. 

 

Saya yakin setiap guru punya kemampuan menulis. Akan tetapi kemampuan dan kemauan kadang tidak berjalan seimbang. hal itu disebabkan karena motivasinya yang relatif rendah, mungkin karena pengaruh lingkungan. Padahal, peluang guru menjadi seorang penulis sangatlah besar. Tentunya dengan kebiasaan guru membaca materi pelajaran sebelum mengajar menjadi modal pokok seorang guru menjadi penulis. Guru bisa mengawali menulis pelajaran yang dia ajarkan sendiri.

 

“Penulis yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik”.

 

Itulah ungkapan dari seorang Hernowo, penulis buku Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis. Bahwa kemampuan menulis memang harus diiringi dengan kebiasaan membaca. Dengan membaca, rohani kita akan mendapatkan ‘gizi’ yang baik. Apalagi program literasi di sekolah semakin digaung-gaungkan oleh Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) satu tahun ini.  Hal Ini bisa menjadi spirit tersendiri bagi seorang guru, yang tidak hanya sebagai warga sekolah tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai teladan. Kita tidak bisa serta merta menyuruh peserta didik untuk aktif membaca hingga berani menulis, sedangkan Anda sebagai guru tidak mau ikut larut di dalamnya, memberi contoh senang membaca dan berusaha membuat suatu karya tulis.

 

Saya pun aktif mencermati siapa sosok pemenang di event lomba Guru Berprestasi yang dulu disebut Guru Teladan. Ternyata sang juara adalah mereka yang aktif menulis baik di media cetak atau elektronik. Seperti Ahmadiyanto, peraih Juara Pertama Guru Berprestasi Jenjang SMP Tingkat Nasional 2017. Seorang guru PKn di SMPN 1 Lampihong Kab. Balangan berhasil mengharumkan nama Balangan dan Kalimantan Selatan di tingkat Nasional. Diketahui ia merupakan sosok yang gemar menulis termasuk artikel untuk media cetak sebelum mulai aktif mengikuti berbagai lomba guru.

 

Tulisan sederhana ini hanya untuk penyemangat bagi saya pribadi dan teman-teman guru, agar berperan aktif pada program literasi sekolah. Peserta didik butuh figur teladan untuk mengantarkan mereka memahami slogan bahwa membaca membuka cakrawala dunia itu apakah benar?, dan buku adalah jendela dunia itu apakah ya?. Mari kita jawab dengan karya! Memang menulis itu tidak mudah tapi harus segera dimulai agar menjadi terbiasa, karena semuanya butuh latihan, dan latihan. Wallahu a’lam.

 







1 komentar: