Ketika
kita mendengar atau melihat informasi tentang seseorang dengan karya tulisnya
yang banyak, tentu ada rasa kepingin di benak kita. Ingin
dalam artian bisa menirunya. Punya kemampuan untuk menulis dan menghasilkan karya.
Apalagi karya tulis itu sudah dicetak atau diterbitkan. Sungguh membahagiakan.
Senada dengan kata mutiara yang disampaikan oleh sayyidina Ali.
"Semua orang akan mati kecuali karyannya, maka tulislah sesuatu yang
akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak" (Ali bin Abi Thalib)
Seorang
guru tidak bisa dilepaskan dari kegiatan menulis. Namun, tidak hanya sekadar
rasa ingin, tetapi sudah dalam tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu memunculkan
pemahaman pada dirinya bahwa guru harus punya kemampuan menulis. Tentunya yang
saya maksud adalah menulis dalam arti luas. Seperti menulis karya ilmiah,
opini, esai, karya sastra, dll. Tapi pada kenyataanya masih sangat
sedikit guru yang melakukannya.
Saya
yakin setiap guru punya kemampuan menulis. Akan tetapi kemampuan dan kemauan
kadang tidak berjalan seimbang. hal itu disebabkan karena motivasinya yang
relatif rendah, mungkin karena pengaruh lingkungan. Padahal, peluang guru
menjadi seorang penulis sangatlah besar. Tentunya dengan kebiasaan guru membaca
materi pelajaran sebelum mengajar menjadi modal pokok seorang guru menjadi
penulis. Guru bisa mengawali menulis pelajaran yang dia ajarkan sendiri.
“Penulis
yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik”.
Itulah
ungkapan dari seorang Hernowo, penulis buku Mengikat Makna: Kiat-kiat
Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis. Bahwa
kemampuan menulis memang harus diiringi dengan kebiasaan membaca. Dengan
membaca, rohani kita akan mendapatkan ‘gizi’ yang baik. Apalagi program
literasi di sekolah semakin digaung-gaungkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) satu tahun
ini. Hal Ini bisa menjadi spirit tersendiri bagi
seorang guru, yang tidak hanya sebagai warga sekolah tetapi lebih dari itu,
yaitu sebagai teladan. Kita tidak bisa serta merta menyuruh peserta didik untuk
aktif membaca hingga berani menulis, sedangkan Anda sebagai guru tidak mau ikut
larut di dalamnya, memberi contoh senang membaca dan berusaha membuat suatu
karya tulis.
Saya
pun aktif mencermati siapa sosok pemenang di event lomba Guru
Berprestasi yang dulu disebut Guru Teladan. Ternyata sang juara adalah mereka
yang aktif menulis baik di media cetak atau elektronik. Seperti Ahmadiyanto,
peraih Juara Pertama Guru Berprestasi Jenjang SMP Tingkat Nasional 2017. Seorang guru PKn di SMPN 1
Lampihong Kab. Balangan berhasil mengharumkan nama Balangan dan Kalimantan
Selatan di tingkat Nasional. Diketahui ia merupakan sosok yang gemar menulis
termasuk artikel untuk media cetak sebelum mulai aktif mengikuti berbagai lomba
guru.
Tulisan
sederhana ini hanya untuk penyemangat bagi saya pribadi dan teman-teman guru,
agar berperan aktif pada program literasi sekolah. Peserta didik butuh figur
teladan untuk mengantarkan mereka memahami slogan bahwa membaca membuka
cakrawala dunia itu apakah benar?, dan buku adalah jendela
dunia itu apakah ya?. Mari kita jawab dengan karya! Memang menulis itu
tidak mudah tapi harus segera dimulai agar menjadi terbiasa, karena semuanya
butuh latihan, dan latihan. Wallahu a’lam.
Kalo karya tulisnya curhatan gimana tad? 😅
BalasHapus