Oleh: Mujianto
Kita
yang Belum Pernah Ikut Berperang
Memahami adalah langka awal dalam
melakukan suatu hal. Pemahaman yang baik akan menghasilkan suatu yang baik
pula. Terkait kemerdekaan, kita yang beruntung ini, kaum muda yang belum pernah
merasakan perihnya penyiksaan, kejamnya pembunuhan, dan dasyatnya peperangan,
tentu pemahaman tentang sebuah kemerdekaan tidak ‘setebal’ mereka para
pejuang yang dengan gigih mempertahankan tanah air.
Peluru senjata api yang menembus anggota
badan para pejuang memahamkan pada mereka bahwa badan yang sehat itu adalah
anugerah. Sedangkan kerja paksa, perampasan dan pengasingan mengingatkan pada
mereka bahwa kebebasan berpendapat, berkarya, dan menentukan nasib sendiri itu
adalah segalanya. Mereka memahami dan terus berjuang menyudahi itu semua, agar
jangan sampai anak-anak keturunannya dan rakyat Indonesia merasakan penderitaan
yang sama.
Kita
yang belum pernah hidup pada masa penjajahan disarankan untuk mencoba merenung
dalam kesendirian, membayangkan hingga muncul pemahaman lebih dalam mengenai
perjuangan para pahlawan yang atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa diraihlah
kemerdekaan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana
seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah lagi.
Dalam
konteks kemerdekaan Republik Indonesia, kemerdekaan berarti rakyat Indonesia
bebas dari segala penjajahan bangsa asing, terutama kolonialisme Belanda yang
3,5 abad telah menduduki dan menjajah bangsa Indonesia dengan segala sumber
daya alamnya yang melimpah. Dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia
bebas menentukan hidupnya secara mandiri
tanpa dicampuri bangsa lain.
Pertanyaan
besar muncul. Apakah Indonesia benar-benar merdeka, khususnya merdeka dari
pengaruh asing? Terutama kebijakan-kebijakan pemerintahannya?
Atas
nama investasi, tambang emas, kilang minyak, gas alam semuanya dikelola oleh
pihak asing. Dan hasilnya sebagian besar dibawa mereka. Inilah yang disebut
dengan penjajahan tidak langsung atau kita masih belum merdeka secara substansial.
Bukannya kita hidup tidak bersosial, dengan tidak membutuhkan negara lain
tetapi kemandirianlah yang perlu kita tonjolkan. Bahwa kita mampu bekerja dan
berkarya untuk mengelola SDA kita sendiri.
Belajar dari Sejarah
Ada
hikmah besar di balik kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Bangsa
Indonesia memiliki kesempatan baru untuk melakukan pembangunan demi mewujudkan
kesejahteraan bersama. Akan tetapi setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa
Indonesia belum bisa mengisi kemerdekaan, bangsa ini masih tetap berjuang untuk
mempertahankan kemerdekaannya, karena masih ada negara yang tidak mengakui
kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Yaitu tentara Jepang dan sekutu.
Seperti Pertempuran Surabaya tanggal 25 Oktober 1945, Pertempuran
Lima Hari di Semarang tanggal 15 Oktober 1945, dan Pertempuran Ambara tanggal
15 Desember 1945.
Setelah
begitu susahnya meraih kemerdekaan dan mempertahankannya, kita rakyat Indonesia
harus mampu berjuang pula dalam mengisinya. Berjuang sesuai dengan kemampuan
dan profesi kita masing-masing. Terutama
mampu ‘membaca’ ulang sejarah menjadikannya sebagai dasar berprilaku.
Sejarah menjadi catatan terbaik untuk
melangkah mau dibawa kemana negeri ini. Kolonialisme mengajarkan
ketidakmanusiaan, kebengisan dan ketidakadilan. Ini sebuah tamparan keras bagi
para elit yang duduk di pemerintahan agar tidak mengulang kembali ajaran
kolonialisme, tetapi berjuang berusaha menyejahterakan rakyat. Berpura-pura
bertindak atas nama rakyat, tetapi nyatanya hanya kepentingan dirinya sendiri
dan kelompoknya.
Sebagai penutup tulisan ini, dalam konsep
Islam, kita diingatkan bahwa kemerdekaan adalah hak setiap manusia, tetapi ada
batasnya. Para pahlawan yang di antaranya adalah para ulama mengingatkan bahwa
kemerdekaan adalah anugerah yang dijadikan sebagai ‘pintu masuk’ untuk berbuat
baik, membenahi diri, peduli sesama dan mengutamakan kepentingan bangsa, serta
mengutamakan kehidupan akhirat. Dalam Al-Qur’an
surat An-Naazi’at ayat 37, “Orang yang malampaui batas dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya neraka adalah tempat tinggalnya”.
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar