Rabu, 08 Agustus 2018

Syukur Itu Bergerak dan Menggerakkan


0leh: Mujianto

Seratus kali dalam sehari saya mengingatkan diri bahwa kehidupan lahir batin saya bergantung pada pekerjaan orang lain, baik yang hidup maupun yang mati, dan bahwa saya harus memacu diri saya agar memberikan yang setara dengan yang sudah saya terima dan masih terus saya terima ini.” Albert Einsten (1879-1955). 

Ungkapan di atas adalah jawaban dari Albert Einstens, salah satu ilmuwan terbesar yang pernah hidup, ketika ditanya tentang pencapaian tertingginya. Ternyata bukan temuan-temuannya, tetapi mengucapkan terima kasih kepada orang lain bagi Einstens adalah pencapaian yang tertinggi.

Terima kasih adalah ungkapan syukur yang dikeluarkan dari lisan yang digerakkan dari hati untuk dilanjutkan ke syukur perbuatan. Allah SWT Maha Tahu bahwa sedikit sekali hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Allah SWT memberikan balasan yang berlimpah bagi mereka yang menggunakan dengan maksimal segala nikmat yang sudah diberikan-Nya dan mengancam dengan adzab yang pedih. Ini jelas bahwa ada hukum tarik menarik (law of attraction) dalam firman-Nya, bahwa setiap pribadi yang bersyukur akan Dia tambah nikmat kepadanya.

Kajian mengenai syukur begitu sering dikumandangkan. Baik melalui media maupun di mimbar dakwah. Namun terasa lewat begitu saja.  Di antara hal yang menyebabkan banyak orang tidak bertahan dalam rasa syukur adalah meningkatnya rasa cemas dan lemahnya motivasi meningkatkan kualitas diri melalui apa yang sudah dimilikinya. Oprah Winfrey punya konsep sederhana yang ia pegang untuk menjalani hari-hari dalam kehidupannya. Yaitu jika Anda fokus pada apa yang tidak Anda miliki, Anda tidak akan pernah merasa cukup dalam hal apapun. Sering kita mendengar atau mungkin juga kita mengalami hal mirip dengan fenomena ini. Di desa, ketika ada seorang anak melihat pesawat terbang lewat di atas kampungnya, si anak ini berkata kepada bapaknya. Dalam bahasa jawanya seperti ini. “Pak, iku montor molok yo Pak, aku kepingin numpak iku Pak”. Si bapak kemudian dengan cepat menjawab, “wis talah le, duwet teko endi, iku ngono sing iso numpak wong sugeh-sugeh, duwete akeh, lah awakmu iku ono sing dipangan dino iki ae wis untung, disyukuri ae, gak usah aneh-aneh.''  Ini adalah cara bersyukur yang kurang benar. Syukur diartikan menerima saja. Sampai-sampai si anak takut punya impian.

Ketika kebanyakan orang merasa lemah, kekurangan, dan memandang orang lain lebih beruntung. Maka orang ini dalam posisi diam, tidak bergerak, keinginan atau impian saja sebagai pendobrak awal perubahan sudah tidak dipunyai, apalagi berfikir atau berusaha sebagai bentuk ‘bergerak’ ke arah yang lebih baik. Maka ketika tidak ada pergerakan dari hamba-hamba-Nya, maka bisa jadi Allah tidak akan menggerakkan keajaiban-keajaibannya. 
  

Ada sebuah kisah menarik di zaman Nabi Musa. Pada suatu hari Nabi Musa didatangi seseorang dari kaumnya yang bernama Sa’id. Sa’id ini adalah saudagar kaya. Kekayaanya berlimpah. Ia bermaksud meminta resep ke Nabi Musa supaya kekayaannya tidak bertambah lagi atau bahkan dikurangi. Karena ia takut kekayaannya menyebabkan dirinya menunggu lama di hari penghisaban. Nabi Musa pun menjawab, memberikan resepnya, “jangan sekali-kali mengucapkan alhamdulillah.” Kontan saja si Sa’id kaget dan berkata, “bagaimana saya bisa tidak mengucapkan alhamdulillah, sedangkan segala nikmat dan apa yang sudah saya miliki ini adalah pemberian-Nya.” Sa’id itu pun pulang. Ia tetap selalu bersyukur dan mengucapkan alhamdulillah dalam dzikirnya. Kekayaan Sa’id pun bertambah dan selalu bertambah.

Berbeda ketika Nabi Musa didatangi seseorang dari kaumnya juga, yang bernama Syaki. Syaki datang ke rumah Nabi Musa. Ia menyampaikan keinginannya meminta resep agar ia bisa menjadi kaya. Nabi musa pun memberi resepnya agar ia selalu bersyukur dan sering mengucapkan alhamdulillah. Mendengar jawaban Nabi Musa seperti itu, Si Syaki ini kecewa. Ia menimpali, “bagaimana saya bisa bersyukur wahai Nabi, saya ini serba kekurangan dan tidak punya apa-apa, apa yang bisa saya syukuri.” Ia pun pulang dan tidak menjalankan saran dari Nabi Musa. Akhirnya Syaki ini hidupnya bertambah miskin.

Kisah di atas sangat menginspirasi kita. Bahwa sejak dulu sudah ditawarkan konsep sederhana namun sangat mujarab. Bahwa Nabi Musa tidak menyuruh yang lain kepada umatnya. Seperti menjadi pedagang, atau menjadi pemimpin, dsb., tetapi menyuruh senantiasa bersyukur.
 

Setelah kita bersyukur Selanjutnya kita lihat di dalam Al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat 10, Allah SWT berfirman “maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”  Wallahu a’lam.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar