Rabu, 17 Juni 2020

HUKUM TABUR TUAI



Oleh Mujianto, M.Pd.

Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain, maka semakin banyak pula kebaikan yang akan kembali kepada kita. Itulah Hukum Tabur Tuai. Siapa yang menabur akan menuai.

Semua hal positif yang kita lakukan lebih-lebih hal yang di luar tanggung jawab kita tetapi kita dengan senang hati mau mengerjakannya. Maka kita akan menuai balasan kebaikan, mungkin saat itu juga atau kelak pada suatu hari nanti.

Begitu juga sebaliknya, semakin banyak energi negatif yang ditebarkan seseorang, apalagi menyebabkan mudharat bagi orang lain, maka sesungguhnya ia sedang menanti keburukan, sebagai balasan yang suatu saat pasti diterimanya.

Tabungan energi positif sangat penting bagi kehidupan kita. Khususnya berkenaan bagi masa depan bahkan keluarga kita pun akan ikut merasakan manfaatnya kelak. Istilah lain akan dicairkan oleh Allah SWT.

Sejenak kita mengambil hikmah dari cerita pribadi bapak Jamil Azzaini, seorang pendiri Dompet Dhuafa Republika dan BMT yang omsetnya mencapai puluhan trilyun, sehingga bisa membuat sekolah dan pesantren gratis khususnya anak yatim di seluruh indonesia.

Cerita ini saya sarikan dari berbagai sumber. Pada tahun 2003, sang isteri sakit, dengan penyakit yang tidak diketahui jenisnya. Sehingga tidak kunjung sembuh. Upaya medis sudah dilakukan namun hasilnya tidak tampak. Berganti-ganti rumah sakit. 3 minggu di ruang ICU, satu malamnya pada waktu itu senilai 2,5 juta. Total istrinya dirawat selama 3 bulan di rumah sakit.

Selesai salat dhuha, ia mengadu kepada allah “Ya Allah Ya Tuhanku, gerangan energi negatif apa yang pernah aku lakukan? Maksiat apa yang pernah aku lakukan? Sehingga Engkau uji aku dengan cobaan seperti ini.”

Setelah berdoa, Allah memberikan petunjuk, tiba-tiba ia ingat kejadian beberapa puluh tahun yang lalu saat masih duduk di kelas 5 SD pernah mencuri uang ibu Rp. 150. Ia membatin jangan-jangan energi negatif ini yang menghalangi sehingga penyakit isteri saya tidak ketahuan.

Kemudian ia segera menelepon ibunya yang pada saat itu sedang menunggui sementara anak-anaknya selama isterinya sakit. Pak Jamil mengingatkan kesalahannya dan meminta ridho ibunya agar memaafkannya. Ibunya bilang uang yang saat itu disimpannya di bawah bantal untuk membayar hutang pada orang kaya di kampungnya, karena tidak ada uang untuk membayar, ibunya dicaci maki di depan banyak orang. Ibunya pun menggerutu, pokoknya kualat yang mengambil uang itu.

Si ibu kaget saat tahu kalau anaknya sendiri yang mengambil, ia beristighfar berkali-kali agar Allah segera mengampuni anaknya. Si ibu pun memaafkan dan mendoakan istri pak Jamil cepat sembuh.

Keajaiban pun datang. Di hari yang sama pak Jamil mendapat telepon yang mengabarkan sakit istrinya sudah ditemukan. Yaitu infeksi pankreas. Dengan kejadian itu, pak Jamil semakin yakin bahwa energi positif dan negatif itu ada, serta ada balasannya pula.

Bentuk Pencairan Tabungan Energi Positif

Kita bisa melihat, mengapa ada orang yang banyak disukai teman kerjanya, dan ada yang tidak diharapkan kehadirannya? Mengapa ada orang yang kata-katanya selalu didengar dan ada orang yang kata-katanya bak angin lalu? Mengapa ada orang yang anak-anaknya sholih-sholihah,bahkan berprestasi. Namun, ada yang anaknya sulit diatur? Mengapa ada orang yang tampak santai, kebutuhannya tercukupi lalu ada yang keuangannya banyak namun selalu gelisah tidak pernah merasa cukup?

Itulah energi positif, yang membedakan orang satu dengan yang lainnya. Dan Allah mencairkan tabungan energi positif dalam berbagai bentuk, tidak harus berbentuk rezeki atau harta, yaitu bisa tahta, kata, dan cinta. Sudah saya sampaikan di atas energi positif yang kita tebar, keluarga kita pun akan menuainya.

Penulis pun merasakan saat masih kecil hingga sekarang saat pulang kampung, kalau bertemu warga atau orang tua di sana yang belum kenal saya, terus bertanya ke orang lain atau langsung ke saya, “Sampeyan siapa, yugane sinten?” Lalu saya jawab dengan menyebut nama bapak saya. Orang itu pun lebih antusias dan merespon ramah. Mungkin hal ini berkat energi positif yang ditanam orang tua saya. Hingga anak-anaknya pun ikut merasakannya.

Menebar Energi Positif di Tempat Kerja

Di tempat kerja adalah tempat yang baik yang bisa kita gunakan untuk menambah energi positif. Dengan prinsip energi positif, kita bisa menata hati saat bekerja guna memberikan kemajuan kepada instansi, lebih –lebih menghadapi teman kerja yang mempunyai sifat dan tipe yang tidak selaras dan sering melemahkan kemajuan instansi.

Prinsip sederhana, sebagai ilustrasi, kita merasa bekerja ini layak diberi gaji atau imbalan sebesar 5 juta, tetapi yang kita dapat hanya 3 juta maka yang 2 juta itu adalah tabungan energi positif kita, dan Allah akan memberikan dalam bentuk lain, seperti kesehatan, keluarga yang harmonis, anak mendapat keberuntungan seperti beasiswa, atau berkah lainnya.

Tapi berhati-hatilah apabila kualitas kerja kita nilainya hanya 3 juta tapi yang kita dapatkan rutin 5 juta. Maka yang 2 juta adalah tabungan energi negatif yang sewaktu-waktu akan cair juga. Bisa berbentuk keluarga yang tidak harmonis, barang berharga kita rusak, atau hilang, atau kebutuhan pendidikan anak yang dibuat sulit, sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar.

Dan yang lebih kita takutkan apabila ternyata energi negatif ini terkumpul, dicairkan di usia senja. Seperti, sering kita temui orang di akhir usianya tidak semakin bahagia, hidup sendirian, sakit-sakitan, dan hartanya yang dikumpulkannya tidak tampak keberkahannya, malah menjadi rebutan anak-anaknya.

Sobat, apapun perbuatan yang kita lakukan harus ada kesadaran bahwa Allah melihat kita, dan mengetahui hati kita.

Sebagai penutup tulisan ini, mari kita senantiasa mengingat firman Allah,

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Qs. Al-Zalzalah: 7-8). 

Semoga`bermanfaat!.

                                                                                                Waru, 17 Juni 2020