Sabtu, 16 Januari 2021

Makna Pengabdian yang Sesungguhnya


Oleh Mujianto, M.Pd.

            Saya teringat pada suatu kesempatan, mendadak saya ditanya oleh teman yang sama profesinya sebagai guru. “Sebenarnya apa sih arti kata pengabdian itu, apakah saya harus menetap di sana, saya bisa dikatakan orang yang mengabdi? Terus seandainya saya tidak di sana lagi, tetapi saya bisa berbuat yang bermanfaat dibandingkan dengan orang-orang yang masih tinggal di sana tapi tidak banyak melakukan sesuatu yang berarti, apakah saya bisa dikatakan mengabdi?”. Pertanyaan teman saya yang penuh perasaan emosi mendalam ini, saya respon dengan senyuman dan hening sesaat.

            Di berbagai kondisi dan situasi banyak sekali orang yang mengklaim dirinya telah memberikan pengabdian. Apa definisi sesungguhnya dari pengabdian itu?.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pengabdian (peng.ab.di.an) merupakan proses, cara, perbuatan mengabdi atau mengabdikan. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, salah satu tokoh sastra Indonesia dan ahli perkamusan, mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih. Dilakukan dengan ikhlas, bahkan pengorbanan yang dapat berupa materi, perasaan, atau jiwa raga.

Dengan begitu, pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat atau pun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan. Pengabdian juga berarti seseorang mampu memberikan lebih dari sekadar yang diminta.

            Munculnya pengabdian karena adanya tanggung jawab dan amanah yang diberikan kepadanya. Seseorang yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya, maka ia disebut orang yang mengabdi. Sebaliknya, jika ia tidak melaksanakan tanggung jawabnya maka ia disebut tidak mengabdi. Jadi, pengabdian tidak ada hubungan yang selaras dengan fisik seseorang berada atau tidak di tempat itu.

            Contoh sederhana, seorang peserta didik yang lulus dan akan meninggalkan sekolahnya, kemudian ia diberi amanah agar bisa menjaga nama baik almamaternya dengan menjaga diri dan bersikap baik di masyarakat atau di sekolah selanjutnya. Si peserta didik ini mampu menjalankan amanah tersebut, sesungguhnya ia telah mengabdi.

            Kata pengabdian memiliki konotasi positif dan mulia. Pengabdian bisa juga diarahkan kepada siapa pun dan apa pun. Bila diarahkan kepada Allah SWT., maka disebut pengabdian kepada Allah SWT. hal ini sejalan dengan firman Allah SWT., yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Apa pun status dan kedudukan umat Islam, apakah pejabat, konglomerat atau rakyat. Tidak ada perbedaan untuk yang tinggal di benua Eropa maupun di Asia, semua memiliki tugas yang sama dan akan dihisab dan balasan sesuai kadar kualitas ibadah dan pengabdiannya kepada Allah SWT., bukan jumlah usianya atau berapa lama ia berada di dunia.

Apabila diarahkan kepada keluarga, maka disebut pengabdian kepada keluarga. Bila diarahkan kepada masyarakat, disebut sebagai pengabdian kepada masyarakat.

Kembali ke makna sesungguhnya, bahwa pengabdian berhubungan dengan tanggung jawab. Walaupun kita tidak hidup bersama di suatu keluarga bersama saudara, orang tua, bahkan anak dan istri karena suatu hal, tetapi karena kita punya tanggung jawab masing-masing maka kita terus menjalankan pengabdian. Begitu halnya di masyarakat, bangsa dan negara.

            Makna Pengabdian yang Dikonotasikan Negatif

Makna pengabdian bisa berkonotasi negatif. Hal ini disebabkan penggunaan makna pengabdian yang diarahkan untuk maksud-maksud yang bersifat manipulatif.

Menurut G. Hendra Purwanto dalam tulisan di Manajemen.blogspot.com., Praktik manipulatif makna pengabdian biasanya dalam konteks organisasi atau lembaga yang menggunakan kata “pengabdian” dalam rangka menyembunyikan ketidakmampuan pimpinan bahkan keengganannya menghargai anggotanya yang bekerja lebih atau berprestasi. Kata “pengabdian” digunakan organisasi tersebut untuk mendorong para anggotanya agar tetap bekerja di situ dan menjaga profesonalismenya saja tanpa ada upaya untuk mengapresiasi yang semestinya.

Terlepas dari konotasi negatif tersebut, dan kembali ke teman saya. Saya berusaha menjelaskan dengan runtut dan saya beri kesimpulan. Bahwa, pengabdian itu berhubungan dengan peran dan kualitas kinerja seseorang. Walau sudah tidak di tempat itu lagi, tetapi seseorang itu tetap dan bisa memberikan sumbangsih, bisa pikiran, pendapat, tenaga atau materi untuk memberikan manfaat pada organisasi atau lembaga tersebut. Tanpa itu, walau jasad kita masih bersemayam di tempat organisasi atau lembaga itu, kita tidaklah dikatakan mengabdi dalam arti yang sesungguhnya. Mendengar  jawaban itu, teman saya pun membalas dengan tersenyum. Wallahu a’lam.