Oleh
Mujianto, M.Pd.
Gotong
royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama,
perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat
semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama!
(Ir.
H. Soekarno,
Presiden Pertama Indonesia, th. 1901 - 1970)
Kita
selalu berbicara soal prinsip, tapi berperilaku sesuai kepentingan.
(Walter Savage Landor,
penyair dari Britania Raya th. 1775 - 1864)
Secara etimologi, kepentingan memiliki arti kepemilikan, keinginan, urusan, dan lain-lain. konsep kepentingan dalam analisa sosial menurut Swedberg mirip dengan Weber, kepentingan mendorong tindakan manusia tetapi elemen sosial (dalam Weber, agama) menentukan ekspresi dan arah tindakan apa yang akan diambil. Kepentingan dapat berbentuk materi atau ide.
Kepentingan
pribadi dan kepentingan bersama adalah dua hal yang sering kali berjalan
berdampingan, namun bisa bertentangan jika tidak dikelola dengan bijak.
Lembaga
dibentuk untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan aturan dan etika yang
disepakati. Membawa kepentingan pribadi ke dalam lembaga adalah tindakan yang
dapat merusak integritas dan stabilitas organisasi. Ketika seseorang
memanfaatkan posisi atau wewenangnya untuk keuntungan pribadi, baik dalam
bentuk materi, jabatan, maupun pengaruh, maka keputusan yang diambil cenderung
tidak objektif dan mengabaikan nilai-nilai profesionalisme. Hal ini bisa
menyebabkan ketidakadilan, menurunkan kepercayaan rekan kerja, serta menciptakan
lingkungan kerja yang tidak sehat dan penuh konflik.
Oleh
karena itu, semua anggotanya wajib mengedepankan kepentingan organisasi di atas
kepentingan pribadi. Komitmen terhadap transparansi, akuntabilitas, dan kerja
sama adalah kunci untuk menjaga kredibilitas lembaga. Dalam jangka panjang, hal
ini dapat melemahkan sistem, memicu ketidakpercayaan anggota, dan bahkan
merusak reputasi lembaga atau komunitas tempat individu tersebut berada.
Mengedepankan
kepentingan umum adalah salah satu bentuk nilai luhur Pancasila yang sangat
penting untuk dapat dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Ukuran mengedepankan kepentingan umum berkaitan erat dengan
kemaslahatan bersama, tujuan bersama dan bernilai kemanusiaan.
Dalam
praktiknya, menjaga kepentingan lembaga berarti tidak melakukan tindakan yang
merugikan nama baik atau kestabilan organisasi, seperti menyalahgunakan
wewenang,
Pemimpin
Bijaksana: Menyatukan Kepentingan Pribadi dan Kepentingan Bersama dalam Satu
Nilai Etis
Seorang
pemimpin yang bijaksana tidak hanya dituntut untuk memiliki visi dan kemampuan
manajerial, tetapi juga kepekaan etis dalam menyeimbangkan kepentingan pribadi
dan kepentingan umum. Kepemimpinan bukan sekadar posisi strategis untuk meraih
pengaruh atau keuntungan pribadi, melainkan amanah besar yang harus dijalankan
demi kesejahteraan banyak orang.
Ketika
seorang pemimpin lebih mengutamakan keuntungan pribadi, baik dalam bentuk
kekuasaan, maupun citra, ia cenderung menyalahgunakan kewenangannya.
Sebaliknya, pemimpin yang menomorsatukan kepentingan umum menunjukkan
integritas moral, karena ia sadar bahwa kepemimpinan sejati adalah pengabdian,
bukan privilese (hak yang bersifat istimewa).
Kepentingan
pribadi tidak harus selalu dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Pemimpin yang
bijaksana justru mampu menyelaraskan aspirasi pribadinya, seperti keinginan
untuk dikenal sebagai pemimpin sukses dengan pencapaian tujuan kolektif, atau
tujuan bersama. Dalam hal ini, etika menjadi fondasi yang mengarahkan ambisi
pribadi agar tetap berada dalam kerangka tanggung jawab sosial. Pemimpin yang
memiliki cita-cita besar, tetapi tidak melupakan hak dan kebutuhan rakyat, akan
menciptakan warisan kepemimpinan yang tidak hanya kuat secara politis, tetapi juga
luhur secara moral.
Dengan
demikian, kepemimpinan yang etis adalah kepemimpinan yang mampu menjembatani
kepentingan pribadi dan umum dalam satu kesatuan nilai. Pemimpin yang bijaksana
tahu kapan harus mengalah atas nama kebaikan bersama, namun juga tahu kapan
harus tegas dalam menjaga prinsip. Ia bukan hanya bertindak berdasarkan
kekuasaan, tetapi berdasarkan nurani. Dalam dunia yang penuh godaan akan
kekuasaan dan keuntungan pribadi, sosok seperti inilah yang mampu menjaga
kepercayaan publik dan menjadi teladan moral bagi generasi yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar