Kamis, 20 Mei 2021

Setelah Ramadan, dan Idul Fitri, Apa yang Kita Lakukan?

 



Oleh Mujianto, M.Pd.

 

Sengaja saya memakai judul di atas, agar semakin terngiang di kepala. Ada tugas besar bahwa makna Ramadan dan Idul Fitri harus membekas pada diri kita, dan orang-orang di sekitar kita pun ikut bahagia karena merasakan perubahan kita semakin lebih baik.

Sebelum Ramadan datang, kita selalu menantinya dengan penuh kerinduan. Setelah ia pergi meninggalkan, kita tetap melestarikan kebaikan dan ibadah di luar Ramadan. Jangan lagi memaknai Ramadan sekadar bulan menahan lapar dan haus. Pengertian itu sudah lewat. Itu makna dulu ketika kita masih belajar berpuasa. Orang dengan usia dua puluh atau bahkan lima puluh tahun saat ini, tentu sudah mampu memaknai Ramadan lebih dari itu.

Kesempatan bertemu bulan Ramadan adalah rezeki yang tidak terhingga. Apabila kita beramal dengan baik selama Ramadan, marilah kita pertahankan dan tingkatkan setelahnya. Namun, jika kita termasuk orang-orang yang lalai dalam kewajiban dan menjauhi larangan selama Ramadan, mari segerakan diri kita bersimpuh, memohon ampun, sebelum menyesal. Seperti penyesalan seseorang yang di depannya diperlihatkan azab, dan ia mengatakan: “Seandaianya aku dapat kembali ke dunia, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Az-Zumar: 58).

Melestarikan Spirit Idul Fitri

            Banyak versi terjemahan kata Idul Fitri (id dan al-Fithr) di dalam masyarakat. Menurut kamus bahasa Arab, kata Idul Fitri (‘id al-fithr) berarti kembali berbuka setelah sebulan penuh berpuasa di siang hari bulan Ramadan. Bisa juga berarti ‘id al-fithrah, kembali ke sifat bawaan ketika lahir. Yaitu bersih, dan suci setelah sebulan penuh ditempa berbagai amalan Ramadan.

            Dari pengertian di atas, kita berharap termasuk orang yang beridul fitri. Kita kembali ke fithrah, jati diri yang paling murni. Selanjutnya muncul pertanyaan, siapakah orang yang beridul fitri itu? Yaitu mereka yang telah melakukan berbagai upaya pembersian dan penyucian diri melalui amaliah-amaliah di momen Ramadan.

            Ramadan baginya menjadi mega training spiritual. Selain menimbulkan semangat perubahan diri, juga memiliki energi spiritual baru yang mampu memproteksi diri dari berbagai penyakit hati, dan dosa-dosa yang biasa terkoleksi.

            Dampak dari orang yang kembali fitrah, terlihat dari orang-orang sekitar yang ikut merasakan perubahannya. Sebuah contoh, Seorang pimpinan perusahaan atau lembaga yang sebelumnya dirasakan oleh bawahan, karyawan, satpam, hingga OB-nya mudah marah, sombong, dan angkuh sehingga membuat orang tidak betah, kini berubah menjadi murah senyum, rendah hati, dan ramah, sehingga bisa dijadikan teladan dalam bekerja. Suasana batin di tempat kerja pun berubah, karena semua merasa bahagia dan mampu bekerja sesuai tanggung jawab masing-masing, tanpa tendensi.

            Kalau Idul Fitri kita sebut sebagai hari raya kemenangan, sedangkan kita tidak tampak perubahan sebagai mana fitrah sejati manusia, maka kemenangan itu tidak akan ada. Kita tetap dalam kekalahan. Ibarat pejuang yang telah menang melawan penjajah, maka tampak perubahan kehidupan yang aman dan lebih sejahtera. Tugas selanjutnya adalah mempertahankan kemenangan itu.

Inilah yang disebut Ramadan berkah, Ramadan mabrur, seraya membuka pintu kemenangan sambil berucap dengan untaian doa dan maaf setulus hati, minal a’idin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin. Wallahu a’lam.

Sabtu, 01 Mei 2021

Ramadan, Keluarga, dan Takwa

 


Oleh Mujianto, M.Pd.

            Ramadan kali ini masih sama seperti tahun lalu. Kemeriahan masih ragu-ragu ditampakkan. Walaupun seperti itu, di tengah pandemi Covid-19 yang masih menghantui, keceriaan dan semangat mengisi bulan Ramadan tidak boleh pudar. Ya, ibadah Ramadan di rumah saja bersama keluarga.

            Ramadan adalah momentum yang luar biasa. Bulan ibadah dan perubahan diri menjadi lebih baik. Bulan yang mengajarkan umat Islam untuk memperbaiki hubungannya dengan Tuhan Sang Pencipta dan hubungan sesama manusia. Manusia diajarkan semakin dekat dengan Allah SWT. dan menumbuhkan empati serta kepekaan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat.

            Namun, yang menjadi pertanyaan. Di tengah pandemi saat ini, mampukah rumah menjadi sarana agar hikmah Ramadan bisa tercapai? Mampukah keluarga di rumah menjadi penuntun membentuk pribadi yang bertakwa?

            Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Yang pertama, memaknai keluarga benar-benar sebagai institusi pendidikan. Dahulu dan sampai sekarang keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan kepribadian anak.

Pada Ramadan ini, kesempatan untuk berkumpul bersama lebih besar. Anggota keluarga menjalankan ibadah bersama di rumah. Setiap anggota keluarga mengambil peran untuk kesuksesan dan mencapai tujuan bersama. Sang ayah belajar menjadi imam salat yang baik, begitu juga dengan anggota keluarga yang lain belajar menjadi makmum yang baik. Kegiatan ibadah di bulan Ramadan begitu mudah dijalankan karena anggota saling mendukung dan menguatkan.

Sejalan dengan firman Allah SWT. pada surah at-Tahrim ayat 6 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” Ayat ini menjadi motivasi khususnya bagi sang ayah agar mengajari dan mendidik anggota keluarganya menuju pemahaman Islam yang benar.

Yang kedua, memaknai keluarga sebagai medan rekreasi. Keluarga sebagai tempat refreshing bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan kegembiraan. Ibadah Ramadan bersama keluarga, tidak hanya memberikan kesegaran jasmani, dan kejernihan hati, tapi juga mengembalikan nilai keharmonisan keluarga. Selama Ramadan anggota keluarga bisa melakukan kegiatan sesuai hobinya. Anak-anak bisa diajak ke pengalaman baru. Seperti, menyiapkan makan sahur atau berbuka bersama.

Yang ketiga, memaknai keluarga sebagai sumber komitmen. Ramadan di rumah saja memunculkan komitmen baru. Anggota keluarga beriktikad akan lebih baik dari waktu-waktu yang lalu. Berusaha istikamah bahkan meningkatkannya. Kedatangan bulan penuh berkah ini benar-benar menjadi kesempatan besar untuk meraih ketakwaan kepada Allah SWT. Jika Ramadan sebelum pandemi pengaruh lingkungan begitu besar terhadap motivasi dalam beribadah, kali ini tidak. Semangat itu lebih kuat karena tumbuh dari diri sendiri dan keluarga.

Ramadan tahun ini jangan hanya dipandang tidak biasa. Sebagai insan yang baik, akan memahami bahwa tidak ada sesuatu peristiwa yang bersifat kebetulan. Ada makna dan hikmah tersembunyi yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Bergantung kita mampu atau tidak menggapainya. Yuk, menjalankan puasa Ramadan dengan tetap ceria walau di rumah aja!