Oleh
Mujianto, M.Pd.
“Dan
sesungguhnya, Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.”
(QS.
An Najm : 43)
Emosi
adalah inti dari pengalaman manusia yang paling mendasar, berperan sebagai
jembatan antara pikiran, tubuh, dan lingkungan sosial. Setiap emosi mengandung
informasi penting yang membantu individu menafsirkan situasi dan membuat
keputusan yang adaptif. Misalnya, rasa cemas bisa menjadi sinyal akan adanya
ancaman yang perlu diantisipasi, sementara rasa bahagia bisa menjadi petanda Tindakan
seseorang diterima oleh orang di sekitarnya atau ia sedang menerima sesuatu
yang disenangi.
Emosi
bukanlah sesuatu yang statis atau tunggal, ia sangat dipengaruhi oleh
pengalaman hidup, budaya, dan konteks sosial. Cara seseorang mengekspresikan
atau mengelola emosi sering kali mencerminkan nilai-nilai dan norma yang
berlaku di lingkungannya.
Kematangan
Emosi Tidak Berbanding Lurus dengan Tingkatan Usia
Kematangan
emosi sering kali dikaitkan dengan usia. Semakin tua seseorang, semakin bijak
ia dianggap. Namun kenyataannya, usia tidak selalu berjalan seiring dengan
kedewasaan emosional. Ada orang muda yang mampu bersikap tenang dan dewasa
menghadapi konflik, sementara ada pula yang sudah berumur namun masih reaktif
dan egois. Ini membuktikan bahwa kematangan emosi bisa dicapai lebih cepat,
asalkan seseorang secara sadar mau belajar dan mengembangkan dirinya.
Menurut
Elizabeth Bergner Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, kematangan emosi adalah hasil dari
proses perkembangan yang ditandai dengan kemampuan untuk bertindak secara
realistis, stabil secara emosional, serta mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan secara fleksibel.
Kunci
utama dalam mempercepat kematangan emosi adalah kesadaran diri (self-awareness).
Seseorang yang mau mengenali pola pikir dan perasaan pribadinya lebih terbuka
terhadap refleksi dan perubahan. Ini bisa dimulai dari hal sederhana seperti
mencatat emosi harian, menyadari reaksi terhadap stres, hingga bertanya kepada
diri sendiri, “Apa yang bisa saya pelajari dari situasi ini?” Kesadaran ini
membuat seseorang lebih mampu mengelola emosinya secara dewasa, meskipun
usianya masih muda.
Kematangan
emosi bukan hasil dari jumlah berapa kali ulang tahun yang dirayakan, tapi dari
kesediaan untuk terus belajar, berintrospeksi, dan membuka diri terhadap
pengalaman hidup. Kita tidak harus menunggu tua untuk menjadi dewasa secara
emosional.
Lingkungan
juga berperan penting. Mereka yang tumbuh dalam keluarga atau komunitas yang
mendukung komunikasi terbuka, menghargai perbedaan, dan memberi ruang untuk
belajar dari kesalahan, cenderung lebih cepat berkembang secara emosional. Di
sisi lain, pengalaman sulit seperti menghadapi kegagalan, konflik, atau
kehilangan, bila direspon dengan sikap terbuka dan reflektif, juga bisa menjadi
pemicu percepatan kematangan emosi. Pengalaman-pengalaman ini memperkaya sudut
pandang dan melatih ketahanan batin.
Melihat
Masalah dari Sudut Pandang yang Beragam
Anak
muda yang mudah berempati dan terbiasa melihat dunia dari sudut pandang orang
lain akan lebih mudah mengembangkan sensitivitas sosial. Ini memperkaya
interaksi dan menjauhkan dari sikap egois. Latihan empati bisa dilakukan
melalui membaca, berdiskusi, terlibat dalam kegiatan sosial, atau sekadar
mendengarkan tanpa menghakimi. Semakin luas pengalaman sosial yang dimiliki,
semakin cepat pula seseorang bisa tumbuh menjadi pribadi yang matang secara
emosional.
Membangun
kematangan emosi juga menuntut kemampuan untuk mengelola masalah yng datang dan
menunda kepuasan. Dalam era digital yang serba instan, kemampuan ini menjadi sebuah
kelebihan tersendiri. Melatih disiplin diri, seperti menahan emosi saat marah
atau memilih kata-kata dengan hati-hati saat berdiskusi, seseorang mulai
membentuk kontrol diri yang kuat. Inilah fondasi dari kedewasaan emosional:
bertindak bukan karena emosi sesaat, tapi karena kesadaran nilai dan tujuan
jangka panjang.
Siapa
pun, secepat mungkin bisa tumbuh lebih dewasa dan matang secara emosional. Melangkah
lebih tenang, bijak, dan terkendali, demi membangun hubungan yang lebih sehat
dan hidup yang lebih bermakna. Wallahu a’lam