Rabu, 07 Mei 2025

HARTA YANG PALING BERHARGA

 



Oleh Mujianto, M.Pd.

 

Berbicara tentang harta, sebagian besar orang tertuju pada uang dan aset yang dimiliki. Seperti tanah, bangunan, kendaraan ataupun perhiasan.

Kebanyakan orang berlomba-lomba mencari pekerjaan yang baik dengan gaji yang tinggi, lalu punya ini dan itu, selain agar dikatakan berhasil, juga sebagai bentuk garansi kesuksesan yang diperjuangkan. Hal itu tidak salah, namun jika membuat seseorang menjadikan dunia sebagai poros kehidupan dan harta sebagai faktor kesuksesan yang sesungguhnya tentu itu keliru.

Miskin belum tentu menemui kesengsaraan, kaya pun belum tentu mendapatkan kebahagiaan. Inilah salah satu kenyataan yang sering diabaikan.  

Pemaknaan yang lebih mendalam tentang harta menunjukkan bahwa nilai sejatinya tidak selalu terletak pada hal-hal yang bisa dihitung atau disentuh. Harta sejati bisa berupa waktu, kesehatan, ilmu, keluarga atau hubungan yang bermakna tanpa tendensi dengan orang di sekitar kita.

Dalam kehidupan yang kompetitif ini, banyak orang menyadari bahwa kebahagiaan sejati justru berasal dari hal-hal yang tidak dapat dibeli. Ketika seseorang kehilangan kesehatan atau waktu bersama keluarga, barulah ia menyadari betapa berharganya hal-hal tersebut dibandingkan dengan kekayaan materi.

Dalam konteks spiritual, harta yang berharga adalah kedekatan seseorang dengan Tuhan dan kedamaian batin yang lahir dari kehidupan yang lurus. Banyak ajaran agama menekankan bahwa kekayaan duniawi bersifat fana, sementara amal baik, keikhlasan, dan keimanan adalah bekal sejati yang akan bertahan hingga akhirat. Maka dari itu, pemahaman tentang harta yang berharga membutuhkan refleksi yang jujur, apakah kita mengejar sesuatu yang benar-benar abadi, atau hanya terpaku pada kesenangan sesaat? Dengan memahami hal ini, manusia tidak akan salah dalam melangkah dalam mengisi hari-hari kehidupannya.

Salah satu penyesalan terbesar ketika manusia berada di alam kubur adalah ia baru menyadari bahwa ia tidak membawa apa-apa, tanpa membawa bekal. Harta yang ia usahakan dengan banting tulang tidak berdampak apa-apa untuk kehidupan setelah di dunia.. Yang salah bukan hartanya tetapi orientasi dan penggunaannya. Harta hanya dimaknai sebagai pemuas dahaga dunianya saja, tidak bernilai akhirat.

Pada sudut pandang sebagai orang tua, perlu disadari bahwa aset yang ia butuhkan adalah anak yang salih. Anak yang bekal ilmu agamanya memadai dan akan terus mendoakan orang tuanya. Dengan kesadaran ini, orang tua yang bijak tidak akan terlampau marah dan kecewa jika anak tak berhasil dalam karirnya, atau tidak disebut orang kaya di kampungnya.

Anak salih adalah harta, kesehatan adalah harta, dan waktu yang tersisa ini adalah harta. Janganlah bersedih, berbahagialah selalu untuk menyongsong kehidupan berikutnya!

                        Surabaya, 7 Mei 2025

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar