Jumat, 22 Agustus 2025

Ujaran Sang Pemimpin Sejati

 


Oleh Mujianto, M.Pd.

 

“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin.”

(HR. al-Bukhari).

 

Ujaran dari seorang pemimpin sejati bukan sekadar rangkaian kata yang diucapkan di depan publik, tetapi cerminan dari karakter, dan visi yang dipegang teguh. Kata-kata pemimpin sejati seperti halnya mutiara, memiliki bobot moral yang kuat karena tidak lahir dari kepentingan pribadi dan sesaat, melainkan dari kesadaran akan tanggung jawab besar yang diemban.

Ujaran seorang pemimpin sejati tentunya tidak dimaksudkan untuk mencari tepuk tangan, ataupun sekadar balasan ucapan terima kasih tetapi untuk membangkitkan kesadaran, dan membentuk arah.

Pemimpin sejati memahami bahwa setiap kata yang keluar dari lisannya memiliki dampak sosial yang luas. Ia tidak berbicara tanpa berpikir atau hanya untuk menangguk popularitas. Sebaliknya, ia menimbang setiap kalimat dengan penuh kehati-hatian agar tidak menimbulkan perpecahan, kesalahpahaman, atau bahkan konflik. Ia sadar bahwa kata-kata yang keluar dari lisannya bisa menjadi alat pemersatu atau sebaliknya, penghancur.

Ciri utama ujaran pemimpin sejati adalah kejujuran. Ia tidak menutup-nutupi fakta atau menyembunyikan kebenaran demi menjaga citra. Di situlah integritasnya diuji, ketika ia berani berkata benar dalam situasi yang sulit.

Lebih dari itu, ujaran dari pemimpin sejati bersifat membangun dan menginspirasi. Ia tidak menggunakan kata-kata untuk merendahkan, menakut-nakuti, atau mengintimidasi yang dipimpinnya. Seorang pemimpin dengan kebijaksanaan yang tinggi akan memilih diksi yang menguatkan semangat kolektif, membangkitkan rasa percaya diri, serta menanamkan harapan yang masuk akal dan bisa diperjuangkan bersama. Walau dalam masa SULIT sekalipun.

Ujaran yang dilontarkan pemimpin sejati juga mencerminkan rasa hormat terhadap keragaman. Ia tidak mengutamakan satu kelompok dan mengabaikan yang lain. Kata-katanya merangkul semua lapisan ataupun golongan. Pemimpin sejati mampu menggunakan redaksi bahasa yang memperkuat semangat persatuan dan kesetaraan di tengah perbedaan.

Di era digital saat ini, ujaran pemimpin menyebar lebih cepat dan lebih luas dari sebelumnya. Karena itu, tanggung jawab moral atas ucapan menjadi semakin besar. Pemimpin sejati tidak boleh terpancing untuk menyampaikan ujaran yang dangkal, provokatif, atau menyudutkan pihak tertentu hanya karena tekanan opini publik atau kepentingan politik jangka pendek. Ia harus mampu menahan diri dan tetap mengedepankan kebijaksanaan, bahkan di tengah riuh rendahnya informasi yang saling bersilang.

Pemimpin sejati juga tahu kapan saatnya berbicara dan kapan saatnya diam. Tidak semua situasi menuntut respon cepat berupa ujaran publik. Kadang, keheningan yang tenang dan penuh pertimbangan justru lebih bermakna daripada ucapan yang terburu-buru. Ketika ia akhirnya berbicara, kata-katanya akan memiliki dampak yang lebih kuat karena lahir dari kontemplasi, bukan reaksi spontan.

Ujaran dari pemimpin sejati adalah cerminan jiwanya. Menurut Andrias Harefa Dalam buku Delapan Langkah Menjadi Pemimpin Autentik Berintegritas, digambarkan bahwa pemimpin autentik memiliki “compass” nilai-nilai utama yang memandu tutur kata dan tindakan mereka secara konsisten.

Kepercayaan publik kepada seorang pemimpin akan terbangun dari melihat integritasnya. Konsistensi antara ucapan dan tindakan adalah tanda integritas sejati. Pemimpin tidak hanya berbicara dengan rangkaian kalimat indah, tetapi juga menjalankannya dalam kehidupan nyata. Wallahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar