Sabtu, 05 Juli 2025

Berlaku Adil Bagi Seorang Pemimpin

 


Oleh Mujianto, M.Pd.

"Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa."

(Surah Al-Ma'idah ayat 8)

 

Pada suatu waktu saya ditelepon oleh teman guru. Teman saya curhat berkenaan tentang sikap atasannya, baik kepala sekolah maupun yayasannya yang tidak menyukai dirinya. Ia tidak disukai bukan karena ia melanggar tata tertib atau tupoksi yang tidak dikerjakan, tetapi ia terlalu kritis dalam berpendapat. Ia menambahkan, bahwa pendapatnya dirasa bagus untuk kemajuan sekolah, ia pun menyampaikan dengan cara yang baik dan di forum yang tepat. Namun, bagi atasannya direspon berbeda. Ia dipandang sinis dan akhirnya tidak disukai, tentu dengan tanda kutip.

Saya yang mendengar keluhannya, berusaha mendalami, dan mencoba menjawab dari sisi tertentu, sisi sebagai guru sekaligus seorang karyawan atau bawahan. Kesabaran dalam menghadapi pemimpin yang tidak adil merupakan salah satu bentuk keteguhan hati dan kedewasaan spiritual yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Ketidakadilan yang dilakukan pemimpin bisa berupa perlakuan tidak setara, penyalahgunaan wewenang, atau keputusan yang merugikan bawahan tanpa alasan yang jelas. Kesabaran dalam konteks ini bukan berarti membiarkan kesalahan terus terjadi, tetapi merupakan kemampuan untuk menahan emosi, berpikir jernih, dan tidak bertindak reaktif. Islam memandang kesabaran sebagai salah satu bentuk kekuatan iman.

Kesabaran juga menjadi bekal penting agar seorang bawahan tetap fokus menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, tanpa terpengaruh oleh kekurangan pemimpinnya. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang dibenci oleh pemimpinnya karena kesalahan yang tidak diperbuatnya, maka Allah akan menjadi penolongnya selama ia bersabar.” Ini menunjukkan bahwa kesabaran dalam menghadapi ketidakadilan ataupun ketidakkompetenan seorang pemimpin memiliki nilai yang tinggi di sisi Allah.

Keadilan dalam Konteks Kepemimpinan

Dalam Islam, keadilan merupakan salah satu prinsip utama yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap individu, terlebih lagi oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin memikul amanah besar dalam mengatur urusan, menjaga hak-hak, dan menetapkan kebijakan yang memengaruhi kehidupan banyak orang. Oleh karena itu, adil menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki pemimpin agar kekuasaan tidak menjadi alat kepentingan pribadi, melainkan sarana untuk menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan umum.

Keadilan dalam konteks kepemimpinan berarti memberikan hak kepada yang berhak tanpa memandang latar belakang, golongan, ataupun kepentingan pribadi. Islam menekankan bahwa pemimpin tidak boleh condong pada kelompok tertentu atau menzalimi pihak lain karena rasa suka maupun benci. Dalam Surah Al-Ma'idah ayat 8, Allah SWT berfirman: "Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." Ayat ini menjadi penegasan bahwa keadilan adalah wujud nyata dari ketakwaan dan integritas moral seorang pemimpin.

Rasulullah SAW. sendiri menjadi teladan utama dalam memimpin dengan adil. Dalam banyak peristiwa, beliau menunjukkan keadilan yang luar biasa, bahkan kepada musuh-musuhnya. Beliau tidak pernah membuat keputusan berdasarkan emosi pribadi, tetapi selalu mempertimbangkan kemaslahatan dan prinsip kebenaran. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil akan berada di sisi Allah di atas mimbar dari cahaya...” Ini menunjukkan bahwa keadilan bukan hanya dihargai di dunia, tetapi juga diberi ganjaran tinggi di akhirat.

Berlaku adil adalah fondasi utama bagi kepemimpinan yang sukses dan diberkahi. Keadilan bukan hanya menjaga hak-hak bersama, tetapi juga mengangkat martabat kepemimpinan itu sendiri. Dalam perspektif Islam, seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah SWT. Maka dari itu, pemimpin yang adil adalah mereka yang senantiasa takut akan hisab di akhirat dan menjadikan keadilan sebagai barometer dalam setiap keputusan yang diambil. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar