Oleh
Mujianto, M.Pd.
"Janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa."
(Surah
Al-Ma'idah ayat 8)
Pada suatu waktu saya ditelepon
oleh teman guru. Teman saya curhat berkenaan tentang sikap atasannya, baik
kepala sekolah maupun yayasannya yang tidak menyukai dirinya. Ia tidak disukai
bukan karena ia melanggar tata tertib atau tupoksi yang tidak dikerjakan,
tetapi ia terlalu kritis dalam berpendapat. Ia menambahkan, bahwa pendapatnya
dirasa bagus untuk kemajuan sekolah, ia pun menyampaikan dengan cara yang baik
dan di forum yang tepat. Namun, bagi atasannya direspon berbeda. Ia dipandang
sinis dan akhirnya tidak disukai, tentu dengan tanda kutip.
Saya yang mendengar
keluhannya, berusaha mendalami, dan mencoba menjawab dari sisi tertentu, sisi
sebagai guru sekaligus seorang karyawan atau bawahan. Kesabaran dalam
menghadapi pemimpin yang tidak adil merupakan salah satu bentuk keteguhan hati
dan kedewasaan spiritual yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam.
Ketidakadilan yang dilakukan pemimpin bisa berupa perlakuan tidak setara,
penyalahgunaan wewenang, atau keputusan yang merugikan bawahan tanpa alasan
yang jelas. Kesabaran dalam konteks ini bukan berarti membiarkan kesalahan
terus terjadi, tetapi merupakan kemampuan untuk menahan emosi, berpikir jernih,
dan tidak bertindak reaktif. Islam memandang kesabaran sebagai salah satu
bentuk kekuatan iman.
Kesabaran juga menjadi
bekal penting agar seorang bawahan tetap fokus menjalankan tanggung jawabnya
dengan baik, tanpa terpengaruh oleh kekurangan pemimpinnya. Dalam hadis riwayat
Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang dibenci oleh
pemimpinnya karena kesalahan yang tidak diperbuatnya, maka Allah akan menjadi
penolongnya selama ia bersabar.” Ini menunjukkan bahwa kesabaran dalam
menghadapi ketidakadilan ataupun ketidakkompetenan seorang pemimpin memiliki
nilai yang tinggi di sisi Allah.
Keadilan dalam Konteks Kepemimpinan
Dalam Islam, keadilan
merupakan salah satu prinsip utama yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap
individu, terlebih lagi oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin memikul amanah
besar dalam mengatur urusan, menjaga hak-hak, dan menetapkan kebijakan yang
memengaruhi kehidupan banyak orang. Oleh karena itu, adil menjadi syarat mutlak
yang harus dimiliki pemimpin agar kekuasaan tidak menjadi alat kepentingan
pribadi, melainkan sarana untuk menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan
umum.
Keadilan dalam konteks
kepemimpinan berarti memberikan hak kepada yang berhak tanpa memandang latar
belakang, golongan, ataupun kepentingan pribadi. Islam menekankan bahwa
pemimpin tidak boleh condong pada kelompok tertentu atau menzalimi pihak lain
karena rasa suka maupun benci. Dalam Surah
Al-Ma'idah ayat 8, Allah SWT berfirman: "Janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." Ayat ini
menjadi penegasan bahwa keadilan adalah wujud nyata dari ketakwaan dan
integritas moral seorang pemimpin.
Rasulullah SAW. sendiri
menjadi teladan utama dalam memimpin dengan adil. Dalam banyak peristiwa,
beliau menunjukkan keadilan yang luar biasa, bahkan kepada musuh-musuhnya.
Beliau tidak pernah membuat keputusan berdasarkan emosi pribadi, tetapi selalu
mempertimbangkan kemaslahatan dan prinsip kebenaran. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
orang-orang yang berlaku adil akan berada di sisi Allah di atas mimbar dari
cahaya...” Ini menunjukkan bahwa keadilan bukan hanya dihargai di
dunia, tetapi juga diberi ganjaran tinggi di akhirat.
Berlaku adil adalah
fondasi utama bagi kepemimpinan yang sukses dan diberkahi. Keadilan bukan hanya
menjaga hak-hak bersama, tetapi juga mengangkat martabat kepemimpinan itu
sendiri. Dalam perspektif Islam, seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab
di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah SWT. Maka dari itu, pemimpin
yang adil adalah mereka yang senantiasa takut akan hisab di akhirat dan
menjadikan keadilan sebagai barometer dalam setiap keputusan yang diambil. Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar