Senin, 21 Juli 2025

Sesuatu yang Tidak Mengenakkan Itu Juga Rezeki

 


Oleh Mujianto, M.Pd.

 

Dalam hidup, kita cenderung memaknai rezeki secara sempit. Rezeki dimaknai hanya sebatas materi, seperti uang, makanan, atau harta benda lainnya. Padahal, dalam perspektif yang lebih dalam, rezeki bisa berupa apa saja yang datang dari Sang Pemilik Alam Semesta ini, termasuk hal-hal yang tampaknya tidak menyenangkan.

Banyak orang luput memahami bahwa cobaan, kegagalan, bahkan rasa sakit, bisa menjadi bentuk rezeki bagi manusia. Di sinilah kita diingatkan untuk memperluas makna rezeki dan menyelami nilai spiritual yang terkandung di balik peristiwa-peristiwa yang tidak kita sukai.

Contoh sederhana, batuk sering dan terlalu cepat dianggap sebagai gangguan atau tanda bahwa tubuh sedang tidak sehat. Padahal, jika ditinjau dari sudut pandang medis, batuk justru bisa menjadi bentuk rezeki. Secara medis, batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh yang sangat penting. Ia bekerja untuk membersihkan saluran pernapasan dari lendir, kuman, debu, dan partikel yang dapat membahayakan sistem pernapasan. Artinya, batuk bukan hanya gejala penyakit, tetapi juga proses alami tubuh untuk menjaga kesehatan dan menyingkirkan zat yang tak dibutuhkan.

Rasa sakit tidak hanya memaksa kita untuk merintih, tetapi juga menunduk, merenung lalu tersadar berusaha lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

 

Ujian dengan Penderitaannya Adalah Rezeki yang Tersembunyi

Rezeki dalam bentuk ujian juga menjadi penanda bahwa kita sedang diperhatikan oleh Sang Khaliq. Semakin tinggi derajat seorang hamba, semakin berat pula ujian yang diberikan kepadanya. Artinya, ujian bukan tanda keburukan.

Tidak semua orang diberi kesempatan untuk tumbuh melalui penderitaan, karena hanya mereka yang disiapkan untuk sesuatu yang lebih besar yang mampu melaluinya. Jadi, rasa tidak mengenakkan itu bisa menjadi bentuk kepercayaan Tuhan kepada kita.

Tidak semua kenikmatan adalah rezeki yang membawa kebaikan. Rezeki yang hakiki adalah segala sesuatu yang mendatangkan keberkahan dan mendekatkan seseorang kepada Allah. Jika seseorang hanya mendapatkan yang enak-enak tetapi itu membuatnya lalai dari ibadah, menjadi sombong, atau bermaksiat, maka sejatinya itu bukanlah rezeki, melainkan ujian yang tersembunyi, bahkan bisa menjadi istidraj, yakni kenikmatan dunia yang Allah berikan sebelum azab.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-An’am ayat 44, “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa kenikmatan dunia bisa menjadi cara Allah menguji atau bahkan menyesatkan mereka yang lupa diri. Oleh karena itu, bisa jadi, kenikmatan itu datang bukan sebagai bentuk cinta Allah, melainkan ujian untuk melihat ke mana hati kita akan condong.

Memahami bahwa “sesuatu yang tidak mengenakkan itu juga rezeki” adalah bentuk kedewasaan spiritual. Dunia tidak selalu memberi apa yang kita inginkan, tapi selalu memberi apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Maka, jika saat ini kita sedang berada dalam ketidaknyamanan, barangkali itulah rezeki yang sedang menyapa bukan untuk menyenangkan kita, tapi untuk menguatkan dan memuliakan kita. Wallahu a’lam bis-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar